Rabu, 12 Agustus 2020

8 Kejadian Menyeramkan di Desa Citalem, Cipongkor, KBB.

Desa Citalem, Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat.

     Seiring berjalannya waktu, dari dulu hingga sekarang, dimana sebuah wilayah pasti memiliki cerita rakyat, mitos, dongeng, silsilah, sejarah atau bahkan legenda.

     Berikut adalah 8 kejadian menyeramkan yang pernah terjadi di Desa Citalem, kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat.

1. MISTERI TANJAKAN IBOT

     Kejadian apa yang pernah terjadi disini? konon katanya kalo ada seseorang melewati tanjakan ini lewat Waktu Maghrib, kalo apes dia akan ditemui seorang Perempuan Tua memakai gaun bagaikan seorang putri disumur yang terletak sebelum tanjakan ini.

     Kenapa disebut Tanjakan Ibot, satu lagi cerita yang saya dapat dari seorang narasumber, kalo lagi apes setiap yang lewat tanjakan ini, biasanya suka ada panggilan,

"Jaaaaang, antosan, abdi Abot"

(Jang, tungguin, saya keberatan)

     Jika ada panggilan seperti itu, kita harus menghiraukannya, jika kita menoleh maka kita tidak akan bisa melanjutkan perjalanan.

     Lokasinya kalau saat sekarang tepat berada di SMA HARAPAN BANGSA.

Sumber : Aep.


2. KEBUN KANDANG AYAM - 1999

     Kebun Kandang Hayam Babakan, entah cerita ini Fakta atau hanya karangan, yang jelas saya belum pernah mengalami kejadian apes seperti ini, dan kalo ada kesempatan juga saya gak mau nyoba.

     'Taliawak' dedemit penunggu sebuah hutan yang terletak di kampung Babakan, Desa Citalem, Kecamatan Cipongkor, KBB, berwujud sejenis Kuyang atau Palasik hanya kepala dan organ tubuh saja yang tampak, namun tidak memangsa bayi, Taliawak sendiri adalah manusia yang menganut Ilmu Hitam dengan syarat harus memakan hewan hidup.

     Lokasi kebun ini terletak dijalan menuju kampung Cibau, setelah kampung Babakan.

Sumber : Ade.


3. MEMEDI SAWAH DARUSSALAM - 2008

     Darussalam adalah salah satu Pondok Pesantren besar di Desa Citalem, Cipongkor, KBB, selain itu Darussalam juga terkenal dengan jalan setapak ditengah sawah yang konon katanya suka ada penampakan 'Kuntilanak Kembar', barangkali ada yang penasaran silahkan ditelusuri sendiri yah, lokaksinya mudah diakses dan dekat dengan jalan raya.

Sumber : Dean B2R.

4. GILINGANNPADI PASAR SALASA - 1996

    BSebuah bangunan tua bekas penggilingan padi yang tampak tidak terurus, akan terlihat jelas jika kita sedang bermain sepak bola dilapangan sepak bola Citalem.

     Kejadian misterius yang pernah terjadi di tahun 1996, yaitu dari rumah yang berdekatan dengan Penggilingan padi tersebut.

Sumber :Mayah.

5. LAPANGAN SEPAK BOLA - 2003

     Sebenarnya ada 2 sumber yang saya dapat, hanya 1 narasumber belum memberikan keterangan dan Thread yang valid tentang keberadaan Siluman Kuda Putih lapangan Sepak Bola ini

Sumber : Toni.

6. POCONG JALAN SUKRI - 1994

     Jalan Citolo, atau jalan menuju kampung Citalem Kidul, sering disebut Jalan Sukri atau gang pocong,. Istilah nama gang pocong ini terkenal setelah suatu kejadian yang sempat viral dimasanya.

     Kalo untuk saat sekarang istilah gang pocong ini tak semenyeramkan dulu setelah beberapa kejadian yang terjadi di Jalan itu.

Sumber : Bobi.

7. TPU PASIR PARIA - 1999

     Siapa warga Cipongkor yang tidak tahu dengan nama TPU Pasir Paria? Nah itu dia TPU paling angker di Desa Citalem, entah kisah nyata atau hanya cerita saja 'Jawara Tanpa kepala' dedemit yang suka mengganggu orang yang apes dan lewat ke TPU tersebut.

Sumber : Barna.

8. RIMAH BEKAS PRAKTEK BIDAN - 2008

     Kalo cerita penghuni Rumah Bekas Praktek Bidan ini jelas fakta, saya dapat ceritanya langsung dari Ibu, nah katanya dirumah bekas Bidan Ariah praktek ini, ada sesosok perempuan yang sering menampakan dirinya kepada orang yang sedang apes.

     Kalo kata Alm.Kakek saya, ini bukan perempuan yang meninggal setelah melahirkan, tapi Jin Korin yang menyerupai perempuan yang meninggal karena melahirkan itu, menampakan diri untuk menakut-nakuti manusia.

     Nah barangkali ada yang penasaran, pengen ketemu atau bikin blog dilokasi itu, silahkan, lokasinya mudah diakses ko,nkagak jauh di pedalaman, terima kasih sudah mampir ke 'ALAS MAYA' 


Lapangan Sepak Bola Citalem, Cipongkor, KBB.

SILUMAN KUDA PUTIH LAPANGAN SEPAK BOLA


-A THREAD

#Adoelt_Beby_Creepy_Universe


"Nah disini Ton, biasanya suka ada penampakan pocong yang diceritakan tukang kopi tadi!" Sahut Mang Aep menjelaskan apa yang dikatakan penjual kopi, tepatnya di penjagalan Sapi Rancapanggung.

Aku tidak terlalu menghiraukan joke mereka, karena aku lebih fokus ke perjalanan pulang yang harus kutempuh dengan berjalan kaki.

Malam semakin larut, aku fokus tertunduk memilih jalan yang gelap, dengan harapan lebih cepat bisa istirahat.

Sesekali ku tengok ke belakang, berharap ada mobil truk yang melintas agar bisa nebeng, namun malam itu sangat sepi, jangankan mobil truk, sepanjang Jalan Rancapanggung kami tidak berpapasan dengan orang sama sekali, mungkin karena waktu sudah hampir tengah malam.

Namaku Toni, rumahku di Kampung Babakan, tepat di daerah dekat sebuah Pondok Pesantren yang diceritakan dalam Thread yang berjudul 'KEBUN KANDANG AYAM'.

Seusai lulus sekolah, aku ikut mencari kerja di Jakarta, bukan Meikarta, Tahun 2003 Meikarta masih hanya rencana, sambil menunggu panggilan kerja dari pabrik aku ikut belajar kerja bangunan membantu Bapak ku.

Seperti biasa Sabtu sore waktunya pulang ke kampung bagi para pekerja bangunan, namun sore itu tidak banyak yang pulang kampung, hanya aku dan Mang Aep yang sebelumnya pernah berbagi kisah di Thread yang berjudul 'MISTERI TANJAKAN IBOT'.

Dari Jakarta aku pulang setelah pembagian gaji, sampe Bandung tepat di daerah Cimareme kami turun ditengah jembatan Tol sekitar pukul 20:00.

Karena waktu sudah malam kami lanjut naik Bis yang jurusannya ke Sindangkerta.

"Tak apalah paling nanti naik ojek dari persimpangan Rancapanggung," kata Mang Aep, namun sesampainya di Rancapanggung, kami tidak menemui ojek satupun.

"Sudah terlalu malam kang, mungkin sudah pada pulang ojek nya," sahut pedagang kopi sambil memberikan uang kembalian.

"Hati-hati kalo mau lanjut jalan kaki, kemarin ada yang apes ketemu Pocong!" Sambil bercanda pedagang kopi itu memberi saran.

Kami berjalan sekitar 6 mil menuju rumah, hingga sampai di batas Desa langkah kami semakin melambat karena sudah lelah, air mineral yang kami bawa juga sudah habis.

Saat tiba di bawah rindangnya pohon bambu, dari belakang aku merasa seakan ada yang membuntuti, angin yang berhembus menabrak rindangnya pohon bambu, menciptakan backsound yang mencekam dan membuat ku merinding.

Dengan penasaran ku lirik ke arah belakang, namun belum sepenuhnya aku menoleh, dari ujung mata sebelah kanan aku melihat, sosok perempuan yang memakai gaun putih, seakan berjalan melayang dari pohon samping jalan raya ke pohon yang di seberangnya.

Perempuan itu melayang sekitar 10 kaki diatas jalan raya, aku berjalan lebih cepat melewati Mang Aep, dan setelah melewatinya ku tunjukan.

"Mang liat di belakang ada Kuntilanak," aku berlari lebih dulu, hingga di depan Gang Bi Mayah ada sebuah warung, aku menunggu Mang Aep yang hanya berjalan seakan tidak melihat apapun.

"Kenapa kamu lari Ton?" Tanya Mang Aep.

"Tadi Amang gak lihat ada Kuntilanak di batas Desa?" Jawabku.

"Kalo jalan malam hari, kamu harus fokus ke perjalanan dan jangan banyak nengok! Apalagi kalo ada yang manggil dari belakang, ya gini jadinya," jelas Mang Aep.

Mungkin memang benar juga apa yang disarankannya karena dia lebih berpengalaman dalam setiap perjalanan malam, Mang Aep jalan lebih dulu Lewat Gang Bi Mayah yang ku ceritakan di Thread 'GILINGAN PADI', aku beristirahat sejenak melepas keringat sambil membakar rokok.

Setelah keringatku reda, aku lanjut berjalan menuju pangkalan ojek Citalem dan masuklah ke sebuah bangunan pasar tradisional yang kalo malam hari sangat gelap gulita.

"Jang!!" Suara seorang perempuan memanggilku, tepat berdiri di bawah pohon sawo di sebrang jalan, didepan sebuah rumah itu kosong.

Akupun kembali, ku lihat ada seorang Ibu dan seorang gadis kecil menggenggam tangan nya seperti meminta pertolongan.

Yang membuatku heran dari mana datangnya Perempuan tua dan anak kecil itu, padahal tidak ada kendaraan lewat, dan dari mulai aku berjalan, tidak ada seorangpun di sana.

"Ibu memanggilku?" Tanya ku.

Ibu itu menjelaskan katanya mau pulang dengan arah tujuan yang sama dengan ku, kupastikan kembali mereka itu manusia atau bukan, namun baik di pikiran ku tak apalah berjalan bersama mereka nambah temen juga di perjalanan.

Sepanjang pasar tradisional aku dan mereka tak banyak bicara, suasana malam sangat sepi, suara anjing pun melolong karena kala itu bertepatan Bulan Safar, tiba-tiba di tengah bangunan pasar aku mencium seperti bau amis, bukan bau Ikan atau sayuran busuk melainkan bau yang sangat aneh.

Tidak banyak berpikiran aneh-aneh aku membakar Rokok, namun ibu itu menyarankan jangan katanya anak gadis yang bersamanya memiliki penyakit asma.

Untuk menghargainya ya sudah aku lanjut berjalan hingga aku melewati bangunan pasar yang gelap itu dan aku berjalan di pinggir lapang Sepak bola, namun si Ibu itu mengajak melewati tengah lapang, katanya takut kalo lewat pinggir suka ada penampakan di Penggilingan padi.

Aku mengikuti ibu itu lewat tengah lapangan karena kasihan, selang 20 meter kami berjalan di lapangan sepak bola tiba-tiba si gadis kecil itu terdiam seakan tak mau berjalan.

"Ada apa neng? Ayo jalan sudah malam," tanya ku.

Gadis itu hanya diam tak mau jalan.

"Ada apa Bu? Ko si neng nya terdiam?" Tanya ku.

Ibu itu juga terdiam tak menjawab pertanyaan itu, dengan tatapan kosong dan mata yang menatap tajam, mereka menatap ke arahku, pikirku semakin heran Ada apa ini sebenarnya?.

Mereka hanya menatapku dengan tatapan mata yang tajam, bulu kudukku merinding, aku pun melangkah mundur sedikit-demi sedikit dan mereka.

"Heeemehehehehehehe." Mereka tertawa seolah menertawakan aku, suaranya seperti kuda yang di pecut.

"Astagfirulloh" aku terjatuh ke belakang, dan merangkak mundur, mereka menertawakan ku seolah lucu melihat aku yang ketakutan, aku kembali berdiri.

"Hembbhehehehehehe." suara kuda terdengar gadis kecil dan wanita tua itu berubah wujud, menjadi 2 ekor kuda yang tinggi besar dan mendendangkan kaki depan nya ke arah langit.

Kuda putih itu berlari memutar mengelilingiku, aku hanya terdiam seolah tak sadar, seakan aku berada dalam jebakan kedua siluman kuda itu.

"Astagfirulloh, ya Allah." Ku usap wajahku dan berlari ke ujung lapang Sepak bola itu sambil membaca ayat suci yang kuingat.

Aku berlari tanpa sadar kemana arah jalan yang harus ku lewati, dalam pikiranku yang paling penting adalah menjauh dari kedua siluman itu, sampailah aku di sawah yang mengarah ke rumahku.

"Kenapa mang Ton?" Tanya salah satu pemuda yang sedang jaga ronda malam itu.

Ku jelaskan kejadian yang ku alami, aku sadar apa yang dikatakan Mang Aep, seharusnya aku tak menoleh ke arah belakang ketika ada yang memanggil ku tadi.

Akhirnya aku diantarkan 2 pemuda itu ke rumah ku yang tak jauh dari Pesantren.

Terima kasih,

Adoelt Baby Creepy Universe 0720-05

Asalamualaikum Waranmatullohi Wabarokatuh.


Pocong Jalan Sukri, Citalem, Cipongkor, KBB.

POCONG JALAN SUKRI


-A THREAD

#Adoelt_Beby_Creepy_Universe


"Ayo Pah cepetan kita bawa Yeni ke Bu Ariyah," sahut istriku mengajakku membawa Yeni putri bungsuku ke rumah seorang Bidan.

Hujan yang menggericik mengguyur malam Jum'at 14 Januari 1994, memaksa ku harus berjalan menggendong si kecil untuk diperiksa, karena demam yang sangat panas.

Namaku Bobi, Istriku Dea seorang guru Honor di SD, Putriku Yini 4 tahun dan Silvi 14 tahun, kejadian ini ku ingat karena bertepatan setelah pernikahan idolaku Armand Maulana dan Dewi Gita.

Semua berawal ketika aku menghuni rumah baru, yang ku beli dari seorang yang pindah rumah, lokasinya terletak di ujung Jalan Sukri, atau jalan setapak menuju kampung mertuaku.

Aku dan keluarga memutuskan pindah dengan alasan supaya lebih dekat ke jalan raya dan tak terlalu jauh ke pusat keramaian.

Sebelumnya rumah ini dimiliki seorang penjual burung yang pindah ke Kota Cimahi, rumah ini sempat kosong selama 4 tahun, adapun yang mengisi hanya orang yang mengontrak saja, tidak lama, hanya 1 atau paling lama 2 bulan saja.

Dari luar tampak sangat kotor, mungkin karena memang tidak ada yang ngurus, terutama di bagian teras, begitu banyaknya daun-daun berserakan dari pohon beringin yang ada di samping halaman, tambah di samping rumah ada pabrik pembakaran bata merah.

Istriku dan anak-anak tidak setuju pindah ke rumah ini, namun daripada tinggal ngontrak terus-terusan mungkin lebih baik ku beli saja rumah dengan harga murah.

Setidaknya aku punya bangunan, kalau nanti aku punya rezeki lebih untuk membeli yang lebih baik, mungkin rumah ini bisa ku wariskan untuk anak-anak ku.

Ku bersihkan semuanya, dari halaman depan yang penuh dengan ilalang, dan semua ruangan yang sudah berdebu.

Satu bulan kami tinggal di rumah itu tidak ada kejanggalan apapun, apalagi cerita-cerita horor seperti yang diceritakan masyarakat, hingga tepat malam tahun baru, aku dan anak-anak nginap di rumah mertuaku.

Setelah beberapa waktu menginap, aku mendengar berita kecelakaan, rombongan pemuda kampung seberang yang akan merayakan malam tahun baru di Pelabuhan Ratu, dengan naas mobil yang mereka naiki masuk ke jurang, bahkan diantaranya ada beberapa yang menjadi korban jiwa.

Kabar itu kudapat seminggu setelah tahun baru, tepatnya dari Mang Barna tukang ojek yang kutemui di tempat penggilingan kopi di Tanjakan Ibot.

Setelah tragedi itu, suasana malam menjadi sangat sepi, seolah masyarakat tidak berani keluar rumah setelah Adzan Maghrib.

Tepatnya pada Kamis malam, anakku Yini demam, pikir ku mungkin karena kecapean bermain dengan temannya hingga hampir larut Maghrib.

Sudah di kompres, namun demam nya tidak kunjung turun, Dokter yang paling dekat hanya Dokter Amin, itupun jaraknya sekitar 1 Km di kampung sebelah.

Aku coba menyuruh Silvi anak ku yang yang pertama untuk beli obat ke warung kelontong didekat rumah, hampir semua warung tidak ada yang buka dan suasana di luar rumah pun sangat sepi.

Akhirnya aku dan Dea memaksakan diri untuk pergi membawa Yini ke Bu Bidan Ariyah, meskipun hujan masih gerimis.

"Bu bidannya sedang tidak ada di rumah," kata Bah Wawan tetangga Bu Bidan.

Kulanjutkan menggendong Yini ke Dokter Amin dan Dea menenteng payung sambil memegang senter menerangi  jalan, karena jalan masih sangat basah setelah hujan reda.

Sesampainya di rumah Pa Dokter, Yini pun diperiksa, dan kami pun bergegas pulang, takut hujan turun lagi, karena waktu menunjukan semakin malam.

Angin berhembus kencang, jalanan pun sepi, tibalah kami di pertigaan Jalan sukri, aku melihat ada seseorang yang sedang berdiri di tepi jalan, seperti sedang kebingungan.

Kulihat dari jauh pria itu seperti mencari sesuatu di sekitar tempat dia berdiri, dia memakai baju dan celana berwarna putih.

"Punten!" Sahutku.

Pria itu tidak menjawab hanya menunduk dan mondar mandir seperti bingung, aku penasaran dan kembali bertanya.

"Nyari apa kang?"

Dia hanya diam membelakangi ku dan membalikan badan perlahan, Dea sudah jalan lebih dulu sekitar 6 meter ke arah rumah.

"Ayo pah, Papah ngobrol sama siapa?" Kata istri ku.

"Ini si akang ini" jawabku sambil membetulkan gendongan Yini, kebetulan Yini sudah tidur pulas.

Dea kembali bertanya lagi "Si akang siapa Ari papah?" Seakan heran Dea bertanya.

"Ini si akang, , , ," kujawab sambil menghadap ke arah pria itu dan ketika aku membalikan badan ternyata, dia memperlihatkan 2 buah bola matanya sendiri yang berlumur darah, pakaian putih yang dikenakannya juga berubah menjadi berlumuran darah dan dia mengucapkan. 

"Ini bola mata ku terjatuh, ha ha ha ha," suaranya sangat menakutkan.

"Whaaaaaa," serontak aku berlari mengejar Dea.

"Ada apa pah?" Tanya Dea seperti tidak melihat apapun.

"Ayo lari mah!" ku tarik tangan Dea.

Dengan sekuat tenaga aku berlari

Sambil membaca doa, Dea dibelakangku ikut berlari tanpa menoleh kebelakang, sampailah kami di depan puskesmas, kami berhenti.

"Kenapa pah ngajak lari?" Tanya istri ku

Kujelaskan apa yang ku lihat, namun Dea hanya terheran, karena katanya dia tidak melihat siapapun di pertigaan, hanya melihat aku ngobrol sendirian.

Karena terlalu malam, kami lanjut berjalan, tepat di turunan tiba-tiba Dea bergeser ke sebelah kiri dan berjalan melambat. 

"Ada apa mah?" Tanya ku

"Papa di depan, mamah takut papa ketinggalan lagi!" jawabnya sambil memegang lengan baju ku seperti ketakutan.

Kami berjalan terus, melewati rindangnya pohon bambu itu, disebelah kanan jalan adalah hamparan kebun dan Makam yang sangat luas, senter yang di pegang Dea cahayanya semakin kecil, hingga ditengah turunan senter itu mati.

"Yah batre nya abis pah," kata Dea.

"Ya udah bentar lagi juga nyampe, ayo cepetan aja jalannya,"

Kami berjalan sambil menunduk karena memilih jalan, takutnya terpeleset, karena jalan itu masih hanya bebatuan tanpa aspal.

Kurang lebih 200 meter lagi menuju rumah, kami berpapasan dengan 4 orang pria, yang berlawanan arah, mereka memakai baju putih celana putih seperti pria yang kutemui tadi, dengan wajah menunduk seperti memilih jalan, aku mengenal mereka kalo tidak salah mereka dari kampung seberang.

Semakin dekat kami berhadapan dengan ke empat pria yang berlawanan arah tersebut, dari sekitar kurang lebih 10 meter, tiba-tiba tercium bau seperti darah yang   masih segar dan membuat pusing kalo tercium bau nya, dari situ kami pun berjalan tegak, karena takut nya berpapasan dengan orang yang kami kenal.

Semakin berdekatan jarak kami, ke empat pria tersebut jalan nya hanya menunduk, dan bau darah itu semakin menyengat.

Ketika berpapasan, istri ku tiba-tiba berjalan semakin cepat, seolah dia pura-pura tidak melihat ke empat pria tersebut.

Namun ketika aku yang berpapasan, tiba-tiba anakku Yini mempererat pelukannya dan membuang muka berbalik arah seperti ketakutan, dia menangis dan teriak.

"Mamaaaaaaaa, takuuuuuuut," 

Aku pun kaget dan Membalikan Yeni menjadi di depan

"Ada apa Yank?" Tanya ku pada Yini sambil ku peluk erat.

"Papaaaaaa,, Yini takuuuuuuut!" Yini menangis dan menunjuk ke arah belakang yang mana ke 4 pria tersebut sudah berpapasan dengan kami.

"Takut apa Yank?" Ku elus-elus sambil jalan sedikit di percepat.

"Itu papaaaaaah, ituuuuuu" Yini menunjuk sambil menangis ketakutan.

"Ituuuuu dibelakang Papa, huaaaa huaaaa huaaaa" Yini menutup muka dengan satu tangan dan menunjuk ke arah belakang, istriku menoleh ke belakangku.

"Papah larii," teriak Dea sambil berjalan mundur dan berlari.

"Astagfirulloh!" Ku lihat dengan ujung mata.

"Astagfirullah, ya Allah, Astagfirullah, ya Alloh," terus ku ulang, Yini menangis sampai rumah, tetangga ku yang hanya 2 rumah pada keluar menghampiri.

"Ada apa a?" Tanya mertua ku, yang datang setelah kami berangkat ke tadi.

"Abaaaaah, Yini takuuuuut," sambil menangis Yini langsung turun dari pelukan ku dan lari ke pelukan Kakeknya.

"Ada apah a? Ko pada lari?" tanya tetanggaku.

Kuceritakan apa yang kulihat, ketika aku melirik ke 4 pria yang berpapasan tadi dengan ujung mata, ternyata mereka berubah menjadi 2X lebih tinggi dari manusia biasa, baju dan celana nya yang tadinya putih, berubah menjadi seperti penuh dengan darah segar dan tanah merah yang basah.

"Astagfirullohaladim," mertua ku kaget seakan marah karena aku meninggalkan Silvi sendirian dirumah, "Makanya a, jangan bepergian malam Jum'at Kliwon!" kata mertuaku "Ini lagi Si Teteh ditinggalin sendiri di rumah, gimana kalo ada apa-apa,"

"Disini tuh pintu masuk ke Astana (Kuburan yang luas), jadi kalo malem Jum'at kebanyakan orang pada gak berani keluar, apalagi semenjak ada tragedi Tahun baru itu," sahut tetanggaku yang datang.

Sejak kejadian itu, setiap malam Jum'at, kami tidak berani keluar rumah, namun setelah berselang satu tahun aku memutuskan untuk membeli rumah yang lebih dekat ke jalan raya, harapan ku agar semakin dekat dengan pusat keramaian.

Hingga kini kami masih menetap di daerah Citalem tidak jauh dari Jalan Sukri.

Alhamdulillah, Cerita Pocong Jalan Sukri itu hanya cerita rakyat lama, yang mana di masa sekarang sudah tidak terlalu di hiraukan lagi, bahkan cerita nya pun sudah banyak yang tidak tahu.

Terima kasih,

Adoelt Beby Creepy Universe 0720-06.

Asalamualaikum Warahmatullohi Wabarokatuh.


Penggilingan Padi Citalem, Cipongkor, KBB.

GILINGAN PADI


-A THREAD

#Adoelt_Beby_Creepy_Uuniverse


"Tok, tok, tok," suara pintu diketuk.

"Siapa Bah?" Tanya  Bi Mayah pada suaminya.

Suami  Bi Mayah pun bergegas menemui tamu yang mengetuk pintu, namun ketika dibuka, diluar pintu rumah tidak ada siapa-siapa, kembali suaminya menuju ruang solat.

"Tok, tok, tok,"

"Tok, tok, tok," kembali terdengar suara pintu diketuk.

Bi Mayah keluar dan membuka pintu, masih tidak ada seorangpun di luar rumah, namun Bi Mayah lanjut mengunci pintu dan berjalan cepat menemui suaminya.

"Bah, barusan ada rombongan Ibu-ibu yang pake mukena berjalan ke arah jalan samping rumah kita,"

"Arah samping?" Tanya suaminya "Itukan jalan menuju kebun salak Alm. Letnan Toro? dan tembusnya ke penggilingan padi Mak!" Jawab suaminya dengan heran, karena jalan yang ke samping rumah panggungnya itu jarang dilewati orang kalau malam hari.

"Iya Bah, banyakan lagi dan yang paling belakang melirik sama Emak sambil tersenyum," jelas Bi Mayah.

"Emak kenal?".

"Kayak kenal tapi lupa," jelasnya seperti ketakutan.

Lanjut mereka sembahyang Isya, selesai sholat mereka masuk ke kamar tidur, karena anaknya Kang Asep dan Sendi temanku kalo malam tidur di pondok pesantren di kampung Babakan.

Jangankan nonton acara TV, tahun 1996 di kampung ku yang punya TV paling hanya 1 atau 2 rumah saja, Bi Mayah biasanya kalo malam hanya ngobrol dengan suaminya sambil menunggu ngantuk.

Bi Mayah terbangun dan beranjak ke kamar mandi, karena melihat suaminya yang masih menggilir-gilir tasbih sambil berdzikir, dia tidak minta diantar.

"Huuuuuuhuuhuuu, , , , , ," Suara perempuan seperti merintih kesakitan terdengar dari samping rumah panggungnya.

Bi Mayah beranjak seakan berlari dari toilet dan masuk ke kamar tidurnya.

"Pak, , , ," sahut Bi Mayah.

"Stttttttttt," suaminya menyela sambil duduk dan fokus mendengarkan suara dari samping bilik rumahnya.

"Ayo Mak sini kita berdoa," ajak suaminya, Bi Mayah pun duduk di samping suaminya yang mengajak berdoa.

Suara itu semakin menjauh seakan pergi meninggalkan rumah Bi Mayah, dan mereka bergegas menarik selimut dan tidur kembali.

Singkat cerita, ketika pagi setelah Kang Asep dan Sendi berangkat sekolah suaminya pergi ke ladang, Bi Mayah pergi ke jalan raya untuk membeli sayuran dari tukang sayur keliling.

Tepat di depan gang terlihat Ibu-ibu mengerumuni gerobak Bah Wiro tukang sayur langganan Ibu-ibu, seperti di FTV Suara Hati Istri atau Kisah Nyata Indosiar, biasanya Ibu-ibu kalo lagi memilih sayur suka pada ngerumpi, belanjanya sebentar ngobrolnya yang lama.

"eh Ceu haji, belanja apa?" Tanya Bi Mayah pada tetangganya.

"Ini biasa beli sayur asem kesukaan Jang Cecep dan Pak Haji" jawab Haji Odah.

Ketika Bi Mayah menceritakan kejadian yang dialaminya semalam, Haji Odah dan suaminya juga sama merasakan hal aneh tersebut, kenapa ada Ibu-ibu pengajian yang lewat itu malam Kamis, karena biasanya pengajian diadakan malam Jumat, namun diantara tetangganya hanya Bi Mayah yang mendengar suara tangisan perempuan, karena lokasi rumahnya itu berdampingan dengan Penggilingan Padi.

Selesai Bi Mayah belanja, dia langsung pulang berjalan ke rumahnya, di jalan Gang bertemu dengan Bu Haji Neneng istri ketua RT di kampung itu yang baru pulang dari Pasar di Desa sebelah bersama istri Mang Aep yang sebelumnya ku ceritakan di Thread yang berjudul "Misteri Tanjakan Ibot,".

Bu Haji mengajak Bi Mayah ke acara pengajian malam Jum'at yang akan diadakan dirumah Haji Dedi pemilik penggilingan padi, "Sekalian acara 40 hari meninggal istrinya," ajak Bu RT.

Singakat cerita, Bi Mayah cerita ke suaminya mengajak ikut acara pengajian, namun suaminya ada janji lebih dulu dengan Aki Pirman untuk bertemu dengan Mandor Kohar yang baru pulang dari Jakarta.

"Ya sudah kalo Abah ada janji mah sok ajah, Emak mau bareng sama Haji RT dan ibu-ibu lain," sahut Bi Mayah kepada suaminya.

Setelah magrib suaminya pun berangkat.

"Kunci rumah taro aja di pot yah Mak," kata suaminya sambil pamitan berangkat duluan.

Bi Mayah pun bersiap-siap sambil nunggu Bu Haji RT, setelah adzaI isya mereka berangkat bersama ibu-ibu kampung sebelah.

Setelah acara selesai, sebagian Ibu-ibu dan Bapak-bapak ada yang langsung pamitan pulang, ada juga yang masih ngobrol dengan anak-anaknya Haji Dedi.

Bi Mayah, Bu RT, Suaminya dan UJ sedang ngobrol sambil menikmati hidangan.

"Brak," suara pintu terbuka dengan tiba-tiba, tanpa ada angin.

Serontak semua yang ada diruangan itu kaget dan menatap ke arah pintu, kenapa pintu seberat itu bisa terbuka dengan sangat kencang, mereka semua terheran dan tiba-tiba.

"Whaaaaaa," serontak semua berteriak, setelah melihat sesosok perempuan cantik dengan tinggi melebihi manusia normal memakai mukena putih seakan melayang, melintas di depan pintu rumah.

Semua yang ada di sana mendekat ke Pak UJ dan Pak RT.

"Tenang, tenang, jangan panik, mungkin itu pamitan dari mendiang." kata UJ.

"Jangan takut, selama tidak mengganggu, jangan sampai kita yang celaka karena ketakutan!" Jelas UJ yang langsung berdiri membawa segelas air dan membacakan doa, tak lama UJ pun kembali setelah mengguyurkan air ke beberapa titik di halaman rumah.

Sebagian dari yang ada di sana mulai berpamitan setelah kejadian itu, tersisa Bu Mayah, Bu RT dan yang arah pulangnya searah dengan UJ masih menunggu UJ pulang.

Setelah berbincang dengan pemilik rumah UJ pun bergegas pamit, namun Bi Mayah sandalnya tertukar, dan saat Bi Mayah mencari sendal, Bu RT dan suaminya dan UJ sudah jalan lebih dulu.

Bi Mayah yang terakhir keluar dari rumah itu, Bi Mayah sedikit berjalan agak cepat, untuk mengejar yang lain.

Ketika tepat keluar dari gerbang rumah itu, tepatnya di depan sekolah SD Citalem, Bi Mayah mencium seperti bau Kamper mengikuti dari arah belakangnya.

Ibu-ibu dan Bapak-bapak yang paling depan menoleh ke arahnya dan langsung berlari terbirit-birit seperti melihat sesuatu yang menakutkan.

Begitu juga Bu RT dan suaminya dan UJ pun sama setelah menoleh ke belakang langsung mengambil jurus langkah seribu.

Bi Mayah terheran melihat yang lain berlarian, dengan penasaran karena bau kamper dari arah belakang terus membuntuti, ia menoleh ke arah belakang dan.

Tepat di belakangnya ada sosok perempuan yang persis seperti yang mereka lihat menampakan diri tadi di depan pintu rumah Haji Dedi.

Sontak Bi Mayah pun berlari mengikuti yang lain, hingga tiba didepan gang menuju rumahnya.

"Mayaaaaaaah, Mayaaaaah" suara perempuan itu terus memanggil seperti orang kedinginan.

Dia terus berlari sampai rumah dan dengan rasa tegang Bi Mayah susah membuka kunci pintu.

"Plak," dari belakang ada yang menyentuh pundaknya.

"Whaaaaa," Bi Mayah berteriak sembari menangis karena ketakutan.

"Ada apah Mak? Ini Abah, ini Abah," saut suaminya sambil memeluk Bi Mayah.

Setelah sadar dan masuk rumah Bi Mayah menceritakan kejadian tersebut pada suaminya yang membawakan air minum ke dapur yang dibacakan doa untuk dimiinum.

Kesaksian lainnya Ku dapat dari Ceu Teti, dia masih saudara Bi Mayah, rumahnya di belakang Pasar Citalem tepat di jalan menuju ke arah Penggilingan padi tersebut.

Kata Ceu Teti setelah berlari dari kejadian malam itu dia ngintip dari celah pintu warungnya, sosok perempuan tersebut jalan nya seperti melayang, tidak menapak, dan mengikuti rombongan ke arah Bi Mayah pulang, namun entah sampai mana dan kemudian kembali berbalik arah, dan belok ke arah Penggilingan Padi di Belakang Pasar Citalem.

Menurut dari beberapa sumber, yang apes katanya sosok tersebut suka menampakan diri di penggilingan padi milik suaminya, kadang juga muncul dipojok pasar Citalem.


Sumber Cerita : Radjib pemuda yang kuceritakan di Thread yang berjudul "MEMEDI SAWAH DARUSSALAM" 

Terima kasih,

Adoelt Baby Creepy Universe 0720-04

Asalamualaikum Warahmatullohi Wabarokatuh.


Rumah Bekas Praktek Bidan, Citalem, Cipongkor, KBB

RUMAH BEKAS PRAKTEK BIDAN


-A THREAD

#Adoelt_Beby_Creepy_Universe


"Papah berangkat dulu Mah," sahut Deni kepada Nining "awas ruang penyimpanan beras jangan di matikan lampunya!" Deni suami Nining mengingatkan semua yang bantu-bantu di rumah itu, karena mau berangkat belanja sayuran naik ojek Mang Barna.

Nining adalah tetanggaku yang baru mengontrak rumah, meskipun orang lain tapi dia sudah kuanggap seperti ponakanku sendiri, karena dia suka menitipkan Siska anak bungsunya padaku kalau sedang merias pengantin.

Malam Jum'at, aku dan Ibu-Ibu tetangga yang lain membantu masak di rumah Nining, karena hari Sabtu ada acara syukuran sunatan anak pertamanya.

Nining tinggal di rumah yang baru dikontraknya, rumah itu lumayan besar, karena pemilik sebelumnya adalah seorang bidan yang harus pindah tugas ke daerah lain.

Setelah sholat Maghrib aku berangkat ke rumah Nining, disana sudah banyak Ibu-Ibu tetangga yang membantu masak, aku bergegas mengambil piring dan peralatan masak yang kotor untuk dicuci.

Ketika aku mau mencuci perabotan, di toilet seperti ada seseorang yang sedang mandi.

Akupun menunggu sejenak, di samping pintu toilet yang mana berdampingan dengan ruang penyimpanan beras, yang dulunya adalah ruang tempat Bidan Ariyah Praktek.

"Lagi apa Bi Nyai? Ko melamun sendirian, awas nanti kerasukan lho!" Sahut Inah yang mau ngambil beras ke gudang.

"Gatau siapa, kayaknya ada yang lagi mandi," jawabku.

"Emang siapa? Dari tadi juga perasaan gak ada yang ke toilet," tanya Inah.

Aku beranjak ke ruang depan, disana ada Adikku Agus dan anak buah nya Deni yang sedang membantu merias ruangan.

"Ning di toilet ada siapa? ko kaya ada yang sedang mandi?" Kuhampiri Nining yang sedang menemani Agung anaknya yang di sunat.

"Gak tau gak ada yang ke toilet, Ibu-Ibu di belakang mungkin," jawab Nining.

Aku kembali ke belakang dan kulihat seorang perempuan memakai Daster putih keluar dari toilet.

"Sudah mandi nya neng?" Ku tanya perempuan itu, namun dia tidak menjawab pertanyaanku, hanya membungkuk dan masuk ke ruang penyimpanan beras, mungkin dia kedinginan pikirku.

Ku ambil perabotan kedalam toilet, namun yang membuatku heran, kenapa toilet seperti tidak ada yang memakai, jangankan genangan air di lantai, air di bak mandi pun masih terlihat penuh.

"Huuuuuu huu huu huu," ku dengar suara rintihan seperti perempuan yang kesakitan, dari ruang penyimpanan beras.

Aku beranjak dari toilet dan mendekati ruangan itu, namun langkahku terhenti di depan pintu masuk yang sedikit terbuka.

"kenapa ruangan itu lampunya mati?" Aku Jadi teringat sahut Deni sebelum berangkat, katanya jangan mematikan lampu ruangan ini!

"Plak, , , ," 

"Aaaaght, , , , ngagetin aja!" Dari belakang Inah menepuk pundaku.

"Katanya mau nyuci perabotan, malah ngintip gudang beras,"

"Suuttt , , , sini kamu denger gak? Tadi siapa yang mematikan lampu ruangan ini?" Ku tanya Inah sambil berbisik.

Dia hanya terdiam dan mendengarkan suara yang merintih di dalam gudang beras yang gelap.

"Ah ngaco kamu, malah ngigo, awas aku mau ambil kentang!" Inah tidak percaya apa yang ku katakan dan dia malah nyelonong masuk ke ruangan itu, aku kembali ke dalam toilet.

"Astaghfirullahaladzim, aaaaaght," setelah menyalakan lampu Inah berteriak seperti ketakutan.

Kulihat Inah sedang menangis sambil menutup mata di bawah stop kontak lampu dekat pintu masuk, kuangkat badannya yang sebesar Ice Bear, dan datanglah Adikku Agus dan semua yang ada di rumah itu.

Katanya Inah melihat sosok perempuan yang sedang berbaring di meja praktek peninggalan Bidan Ariyah dan sosok itu merintih memegang perut yang berlumuran darah seperti perempuan habis melahirkan.

Akhirnya Inah diantarkan adikku pulang ke rumahnya yang tak jauh dari rumah Nining.

Singkat cerita, waktu semakin malam, adikku dan anak buah Deni sudah selesai mendekorasi ruangan dan masing-masing berpamitan satu per satu.

Kegiatan masak sudah hampir selesai, tinggal satu masakan yang belum jadi, sambil bersih-bersih aku dan yang lainnya, ngobrol dan istirahat sejenak sebelum bergegas pulang.

"Kopi hitam masih ada Ning?" Tanya Haji RT, sambil membakar rokok.

"Ada mungkin Bi Haji, sisa si Agus, sebentar," jawab Nining sambil mengambil Kopi gambar Perahu ke ruangan tengah.

Yang masih stand by di rumah itu hanya aku dan Haji RT, yang sedang memanaskan air untuk menyeduh kopi.

"Astaghfirullahaladzim, , , ," Nining kaget sambil menjatuhkan kopi yang di genggamnya.

"Kenapa Ning?" Sahutku.

"Barusan siapa yang masuk toilet Bi?" Tanya Nining dengan gugup, karena dia melihat seorang perempuan masuk ke toilet persis yang kulihat tadi, padahal Bu Haji RT masih di dapur.

"Emang siapa Ning?" Tanya Bu Haji RT sambil membuka kemasan kopi.

"Gatau Bu, ada perempuan yang lewat masuk ke toilet," 

Kami bertiga yang masih terpaku heran di pintu dapur, tiba-tiba mencium bau darah segar, perutku seakan mual menciumnya.

"Wuee, bau apa ini Bu Haji?" Tanyaku "kenapa seperti bau darah segar!"

"Huuuuu huuu huuu," Kembali terdengar rintihan seperti perempuan yang menangis kesakitan dari dalam toilet.

"Barak, , ," suara pintu depan terbuka.

"Aggght," kami sontak terkaget.

Ternyata yang membuka pintu itu Deni dan Barna.

"Ada apa nih? Ko kaya pada ketakutan gini?" tanya Deni.

"Sutttt, ada yang masuk kedalam toilet, sini dengerin!" Bisik Nining.

"Huuuuu huuu huuuu," rintihan itu belum berhenti, Deni memberanikan diri mengetuk pintu toilet.

"Tok tok tok," "siapa di dalam?" Tidak ada jawaban.

"Cekrek cekrek cekrek," suara genggaman pintu toiltet yang dipegang Deni.

"Siapa di dalam?" Masih tidak ada jawaban, hanya suara rintihan yang menangis tadi tiba-tiba berhenti.

Bau darah yang semakin menyengat membuatku dan semua yang ada di rumah itu mual, Deni kembali menghampiri kami dan belum sampai 5 langkah, tiba-tiba,

"Brak, , , ," pintu toilet terbuka dengan hembusan angin yang berhembus kencang.

"Aaaaght, , , ,"  sontak kami berteriak, Deni meloncat kesamping Nining dan Bu Haji, dari dalam toilet terlihat Perempuan tinggi persis yang kulihat tadi, namun kali ini kulihat daster putih yang dikenakannya sudah berubah warna menjadi merah berlumur darah.

Dengan wajah pucat yang sangat menyeramkan, perempuan itu menatap ke arah kami sambil menjulurkan lidahnya yang panjang, kami hanya membaca doa dan ayat suci yang kami ingat.

Perempuan itu seakan tidak takut dengan doa kami, dia hanya tertawa seperti kuntilanak, suaranya sangat khas seperti menertawakan kami yang ketakutan.

Kami bergegas lari ke arah pintu keluar, Nining menggendong Siska Putri bungsunya dan Deni menggendong Agung anaknya yang pertama, tibalah dari pintu masuk Kang Barana dan Abah yang baru pulang dari rumah Inah.

Abah ku adalah salah satu orang pintar di Citalem, akhirnya dia masuk ke ruangan belakang untuk membacakan doa.

Setelah Abah keluar, Abah menyarankan untuk mengakhiri saja kegiatan malam itu, ternyata sosok perempuan itu marah, karena ada Inah mematikan lampu kamarnya ruangannya.

Aku dan Bu Haji RT langsung bergegas pulang, Abah menginap sambil berjaga di rumah Nining, begitulah kejadian nyata yang dialami Alm.Ibuku di tahun 2003.

Sosok perempuan tersebut sebenarnya adalah kuntilanak, namun sosok itu mengaku-ngaku kalau dia adalah wanita yang meninggal setelah melahirkan di rumah praktek Bidan Ariyah.

Percaya atau tidak sosok tersebut hingga kini masih suka menampakan diri jika ada yang sedang apes di rumah itu.

Cerita ini pernah diceritakan Radjib anak Band yang Threadnya berjudul 'Memedi Sawah Darussalam'.

Terima Kasih,

Adoelt Beby Creepy Universe 0720-08.

Asalamualaikum Warahmatullohi Wabarokatuh.


TPU PASIR PARIA, Citalem, Cipongkor, KBB

TPU PASIR PARIA - CITALEM


-A THREAD

#Adoelt_Beby_Creepy_Universe


Awalnya aku heran dengan si Adoelt Beby, kenapa senang sekali dia menulis Thread Horor, hampir dari setiap Thread yang ditulisnya selalu membawa namaku sebagai Cameo.

Sengaja aku menghubungi si Adoelt Beby untuk menulis cerita yang aku alami langsung, karena memang di kampungku kala itu sering beredar cerita rakyat yang berhubungan dengan Mistis.

Dari kabar orang kaya yang ngipri, Babi ngepet, Sumur Putri dan masih banyak cerita yang beredar dari mulut ke mulut, bagiku semua itu hanyalah Fiktif, sebelum aku mengalami kejadian yang memang aku alami sendiri.

Tahun 1989 semenjak aku lulus SMA dan belum mendapat pekerjaan, aku dibelikan Motor oleh Abah dari hasil jualan Buah, aku mulai belajar Ngojek di pangkalan Ojek Desa Citalem untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.

Seperti biasa aku mulai berangkat ke pangkalan Ojek setelah sholat subuh untuk mencari sewa Ibu-Ibu yang mau berangkat ke pasar, karena kala itu belum ada transportasi umum, paling hanya Bis Dan Elf antar kota.

Singkat cerita, hari sudah sore aku belum dapat uang lebih dari hasil ngojek, karena siang aku ketiduran terlalu lama.

Tahun 1999 ketika terjadi krisis moneter, aku baru kredit motor karena motor yang dibelikan Abah dipakai Adikku untuk Kuliah.

Aku, Acun dan Nanang memutuskan untuk lanjut ngojek sampai malam atau bahasanya Ngalong, biasanya kalo malam Minggu suka banyak driver ojek yang ngalong karena target sewa adalah para pekerja yang baru pulang dari kota.

Namun karena malam Jum'at jadi hanya kami bertiga saja, adapun si Acun hanya sebentar karena katanya mau ada acara syukuran di rumahnya.

Setelah Acun mendapatkan orderan Mang Ade yang kala itu baru pulang dari Jakarta, dia langsung bergegas tak balik lagi ke pangkalan, tersisalah aku dan Nanang.

"Bah kopi hitam, jangan diaduk satu," pesan ku ke Bah Maman tukang Kopi di pangkalan.

"Siap," kata bah Maman sambil membuka kemasan kopi sachet bergambar Perahu.

"Bah dua aja kopi hitam nya," saut Nanang dari luar.

"Coba lur, kalo misalkan ada penumpang ke daerah Cimanila, mau kamu ambil gak?" Tanya Nanang (Cimanila adalah kampung yang berada di pedalaman yang aksesnya harus melewati TPU Pasir Paria).

"lah nya di tarik atu, kan lumayan ongkos nya malam begini mah," jawabku.

"Gak Takut emang Kamu lewat TPU Pasir Paria nya?" Tanya Nanang.

"Ngapain takut, kan belum ada manusia di makan Hantu,"

"Weh, awas kamu lho, Kemaren ada tukang ojek dikerjain setan," jelas Nanang.

"Lah itu ma halusinasi, tambah tukang ojek nya penakut," jelas ku yang tidak terlalu percaya akan cerita mistis, aku memang suka sompral kalo bicara, dan itulah yang menyebabkan ku mengalami kejadian ini.

"Jang nanti gelas nya taro di pojok saja yah, Abah ma mau duluan ah, kasian neng Fitri bisi nungguin," Kata Bah Maman sambil ngunci pintu warungnya karena waktu sudah jam 08:30.

"lah si Abah jam segini udah pulang, mau sunah rosul ya," sahut Nanang sambil becanda.

"Haha haha," kami tertawa.

Bah Maman pun pamit, malam semakin larut, tidak ada satupun lalu lalang orang di sekitar pangkalan ojek, api pembakaran sampah plastik yang aku bakar di depan warung juga semakin kecil.

Ketika Nanang sedang teriak nyanyi lagu Sheila on 7 melepas kegaduhan, tiba-tiba berjalan seorang kakek yang melewati pangkalan.

"Pulang dari mana Bah?" Tanya Nanang pada kakek itu dengan harapan Kakek itu mau naik ojek.

"baru pulang dari Dokter Amin." jawab Kakek yang membawa tongkat itu.

Nanang menawarkan jasa ojek, namun si kakek menolaknya dengan alasan tidak punya uang, kakek itu lanjut berjalan setelah menyarankan hati-hati kalo Ngojek malam hari, apalagi ini malam Jum'at Kliwon.

Tak lama setelah kakek itu jalan, belum satu menit kami menoleh, kakek itu sudah tidak ada.

"Kemana perginya kakek tadi Na?" Tanya Nanang sambil bangun dari motornya.

"Lah, kan barusan jalan, Ko cepet bener perginya kayak mantan kamu," jawabku.

"Wah ini mah pertanda gak bener Na, ayo ah balik," sahut Nanang sambil menyalakan motornya.

Aku dan Nanang bergegas pulang, tanpa mendapatkan hasil yang lebih malam itu.

Dalam perjalanan pulang, tepatnya di persimpangan arah ke rumahku yang gelap dengan rindangnya pohon bambu, aku berhadapan dengan pria yang memikul sebuah karung, pria itu berbadan tinggi besar dengan pakaian pangsi warna hitam seperti jawara kampung.

"Mau kamana Kang?" Tanyaku dengan harapan pria tersebut mau naik ojek.

Setelah tawar menawar pria itu mau naik ojek menuju rumahnya, kunaikan ikatan karung di bagian depan motor ku, dan naiklah Pria itu ku bonceng.

Dalam perjalanan pria itu kulihat hanya duduk tanpa berkata-kata, (Mirip Limbad) kalau ku gambarkan raut wajahnya.

Sampailah di daerah Pertigaan jalan menuju tujuan ku, hujan pun turun, aku menepikan motor di depan warung yang sudah tutup.

"Pake jas Hujan dulu ya Kang?" Sahut ku.

Pria itu hanya mengangguk, karena memang tidak banyak bicara dari awal perjalanan pun, dia berteduh dengan tatapan kosong dan wajah yang sedikit pucat, mungkin karena kedinginan.

Aku membuka jok motor untuk mengambil jas hujan, entah apa isi karung yang terikat milik pria itu, karena sangat berat ketika aku memindahkannya.

"Astagfirullohaladim," aku terjatuh kebelakang.

"kenapa?" Tanya pria itu seolah kaget.

"Itu, itu, itu ada, , ," Aku melihat ada sebuah kepala manusia di bagasi Jok motor tempat aku menyimpan jas hujan, kepala manusia itu sangat menakutkan, wajahnya berlumuran darah, lidahnya panjang menjulur keluar dan matanya menatapku.

"Ada apa Kang?" Pria itu membuka jok motor ku, dia melihat tidak ada apa apa, hanya ada jas hujan.

"Gak ada apa-apa kang, inimah jas hujan!" Pria itu meyakinkan ku sambil mengeluarkan jas hujan milikku.

"Sepertinya kamu kecapean, kurang istirahat yah?" jelas pria itu sambil turun ke jalan dan mengangkat tangan ke arah hujan, memastikan hujan reda.

"Ayo kang lanjut, hujan nya sudah reda," dia mengajakku melanjutkan perjalanan.

Kunyalakan motor, meskipun masih sedikit syok terbayang wajah kepala manusia yang tadi kulihat, sampailah aku memasuki persimpangan menuju tujuan, jalannya masih belum di aspal hanya batu koral dan banyak sekali lobang yang becek setelah di guyur hujan.

Kulihat sekitar perkampungan daerah Kiai Muthalib itu sangat sepi, sesekali ku lirik dari kaca spion motor, wajah pria yang ku bonceng itu sangat putih, dengan kumis yang hampir menyerupai gagang telepon umum, Pria itu hanya terdiam meski ku ajak bicara tak seperti ketika tadi berteduh.

Tanpa ku sadari perjalanan hampir mendekati ke Pemakaman Pasir Paria, kurang lebih sekitar 1 Km.

Suasana malam sangat sepi, hanya terdengar suara jangkrik di kebun dan burung hantu di pohon, dari atas terdengar hembusan angin yang menabrak rindangnya dedaunan, tiba-tiba hidungku mencium seperti bau yang sangat aneh, seperti bau bangkai yang sudah membusuk.

Laju motorku tidak terlalu kencang, karena jalan sangat licin setelah diguyur hujan, suara anjing yang melolong layaknya serigala dalam film GGS dan sebuah tenda di tengah area pemakaman menambah rasa takut perjalanan ku karena adanya kuburan baru.

Jalanan yang licin membuat karung milik pria itu jatuh terpental ke semak ilalang, aku menepikan motor untuk mengambil karung pria itu ke arah rumpun.

"Maaf ya kang, karungnya jatuh, saya ambil dulu," pria itu hanya membuang muka sambil turun dari motor, seakan marah padaku karena menjatuhkan barang bawaannya.

"Astaghfirullah hal adzim," Kulihat karung itu sudah terbuka dan didalamnya ada sosok kepala manusia yang tadi kulihat di bagasi Jok motor ku tadi.

Sontak aku merangkak mundur dan membalikan badan.

Ketika aku bangun menghadap motorku, kulihat pria itu berdiri membelakangi ku dengan leher penuh darah dan kepalanya tidak ada.

"Aaaa aaa aaa," kakiku tak bisa digerakkan, aku hanya terdiam dengan badan yang bercucuran keringat, melihat Hantu tanpa kepala itu berjalan mengelilingiku.

Hantu itu menenteng kepala nya dari semak di belakangku, wajah nya tersenyum seakan lucu menertawakan aku yang terbata ketakutan.

"Jadi jelema tong sok ngajago!" (jadi orang jangan sok jagoan),

"Di dunia taya Elmu panungtung!" (Di dunia tak ada ilmu penutup),

"Ti nu kuat Aya nu leuwih kuat!" (Dari yang kuat ada yang lebih kuat).

Kepala yang ditenteng hantu itu dihadapkan ke depan wajahku dan berbicara bahasa Sunda dengan suara yang menggeram membuatku ingin muntah dari bau busuk seperti bangkai yang tidak dikubur.

Dalam hati aku hanya membaca ayat suci yang ku ingat dan entah apa yang terjadi setelah itu.

Hingga seorang Kakek yang malam tadi aku temui, menepuk punggungku,

"Hudang Jang geura balik, geus beurang," 

(Bangun nak ayo pulang, sudah siang).

Kakek itu seperti membacakan doa, pada botol air mineral yang dibawanya, lalu airnya diusapkan ke wajah ku.

"Astaghfirullah hal adzim," sadarku.

"Ujang dari mana? Mau kemana?" Tanya Kakek itu.

Ku jelaskan kejadian yang terjadi padaku malam tadi, ternyata kakek itu sudah beberapa kali menemui orang yang tak sadar di TPU Pasir Paria seperti yang ku alami.

Jelasnya dari jauh dia hanya melihatku berjalan mengelilingi motor yang terparkir di tengah jalan.

Kalo dalam bahasa Sundanya aku 'DIUSAP KOROD' atau dibikin nyasar sama Jin!!

Namaku Barna, terima kasih sudah berkenan membaca cerita yang ku alami, masih banyak kejadian yang lebih menyeramkan di TPU PP, semoga si Adoelt Beby berkenan menulis Thread dari sumber yang lain, percaya atau tidak, percayalah!! Mereka itu ada meski bukan untuk di imani.

Terima kasih,

Adoelt Beby Creepy Universe 0720-07. 

Assalamualaikum Warohmatullohi Wabarokatuh.


Selasa, 04 Agustus 2020

Memedi Sawah Darussalam, Citalem, Cipongkor, KBB

MEMEDI SAWAH DARUSSALAM


-A THREAD

#Adoelt_Beby_Creepy_Universe


"Tok, Tok, Tok," suara pintu diketuk.

"Assalamualaikum?" Dari luar terdengar panggilan.

"Waalaikumsalam," jawab kami.

Viki membuka pintu rumahnya, dari luar terlihat seorang Pria paruh baya.

"Maaf-maaf ya ganggu, maaf banget ya ini mah, tolong jangan terlalu berisik!" Sahut pria di depan pintu.

Kami mengakhiri kegiatan setelah pria itu meminta kami jangan terlalu berisik, karena di rumahnya ada seseorang yang sedang koma, dan sedang dibacakan pengajian Yasin, memang iya kala itu tetangga Viki ada yang sedang sakit parah, sakitnya sudah lama, sudah diperiksa dokter tapi katanya tidak ada penyakit yang terdeteksi.

Kejadian ini terjadi tahun 2007, ketika kami sedang latihan bermain band di rumah Viki, malam itu orang tua Viki dan adiknya sedang ke luar kota menjenguk Neneknya yang di Bogor.

Sebut saja namaku Deden, malam ini jadwal latihan Band di rumah Viki, dari rumahku jaraknya lumayan jauh, tapi masih satu Desa.

Malam itu bertepatan Malam Jum'at, aku, Radjib, Tino, dan teman ku satu Denis, lanjut ngopi sambil ngobrol di belakang teras rumah Viki yang menghadap ke hamparan sawah.

Dari membicarakan musik sampai kejadian mistis obrolan kami malam itu, ada yang menceritakan penampakan, ada juga yang menceritakan kisah rumah kosong di sekitar rumah masing-masing.

Malam semakin dingin dan Tino pun sudah tak kuat kedinginan, karena dia mengidap asma, dan kami memutuskan untuk bubar.

Seusai berbagi kisah horor, Viki ikut untuk menginap di rumahku, karena takut kalo di rumah sendirian katanya, awalnya aku dan Rajib yang akan menginap menemaninya, namun besok pagi aku harus mengantar Ummi ke pasar, Jadi aku yang ngajak mereka menginap di rumahku.

Kami pulang melewati jalan Warung domba, karena kalo lewat samping sekolah SD kami takut, katanya di sekolah itu sangat angker kalo malam hari.

Ketika kami berlima berjalan melewati pertigaan Wardom ada sebuah rumah yang dulu katanya bekas praktek bidan, Rajib lanjut menakut-nakuti kami dengan cerita mistis tentang kejadian di rumah itu, kami jadi tambah merinding dengan cerita Rajib.

Berpisah lah Tino dan Denis ke jalan yang berbeda, tinggal aku, Radjib dan Viki yang masih jalan karena rumahku masih jauh.

Tibalah kami di persimpangan gang menuju Pondok Pesantren Darussalam, kami bertemu dengan 2 orang wanita, yang ketika ditanya katanya mereka baru pulang dari Rumah sakit Dustira.

"Baru pulang nengok kakek," sahut kedua gadis itu.

Yang membuat kami terheran, kedua gadis itu kenapa sepulang dari rumah sakit tapi tidak membawa apapun seperti tas misalnya dan hanya memakai daster berwarna putih saja.

Dengan rasa iba Viki pun mengajak aku dan Radjib mengantar mereka ke ke rumahnya yang sedikit jauh dari rumahku.

Awalnya aku mengajak mereka melewati jalan Cibanteng, namun karena Viki berniatmengantar kedua gadis itu dia mengajak aku dan Radjib, ya sudah kami ambil jalan yang lebih dekat lewat sawah Darussalam.

Setiba di dekat Pesantren, suasana disana sangat sepi, mungkin perkiraan ku para santri sudah pada tidur, karena waktu sudah hampir tengah malam.

Semakin heran kami dalam perjalanan kenapa kedua gadis itu yang berjalan tepat di belakang kami, hanya terdiam membisu, seakan tidak ada hal yang ingin mereka bahas.

Dijalan persawahan yang berujung ke arah rumahku, Viki yang berhenti seakan terheran, melihat seorang kakek penjual Songko bambu yang membalik arah berlari terbirit-birit seakan ketakutan.

"Kenapa itu Aki-aki berlari yah? Kaya takut aja ketemu kita!" Serunya sambil membalikan badan, dan Viki hanya melongo ketika menghadap arah belakang.

"Kenapa Ki?" Tanya Radjib yang ikut menoleh setelah Viki terdiam menatap ke arah belakang.

"Kuntiiii . . . . . ." Radjib teriak sambil menarik tangan Viki yang sedang terpaku melongo dan seperti ingin menangis.

Viki ikut berlari karena dia melihat di belakang kedua wanita yang tadi antarkan sudah terduduk di dahan sebuah pohon jambu sambil mengayun-ayunkan kedua kakinya.

Aku berlari paling belakang, terdengar suara rintihan seperti kedua kuntilanak itu menertawakan kami yang berlari.

Hingga tiba kami di sebuah mushola, kami beristirahat karena capek habis berlari.

Dari samping sebuah gundukan karung.

"Brak . . . ." Sebuah benda seperti pocong terjatuh.

"Wuaaah . . . ." teriak kami dengan kaget.

Dari belakang keluarlah seorang kakek yang tadi terlihat berlari saat melihat kedua kuntilanak itu, ternyata Songkok bambu milik kakek itu yang hampir menyerupai pocong yang jatuh.

"Ngagetin aja Bah!" Bentak Viki pada si kakek.

"Coba kalau tadi lewat sana pasti gak akan kaya gini," jawabku.

"Yah siapa juga mau nganterin cewek cakep," kata Radjib menyalahkan Viki.

"Iyah gua yang salah," sahut Viki sambil tersendak-sendak menghela nafas.

Kami bertiga lanjut dan kakek Penjual Songkok nasi itu menginap di mushola, katanya mau menunggu adzan shubuh baru melanjutkan perjalanan.

Tibalah di rumahku, tidak jauh dari mushola itu, kulihat Yanyan adik ku masih menonton TV, Umi dan Abah sudah tertidur pulas.

"Pada dari mana nih, kayanya abis olahraga malam," tanya Yanyan.

Kuceritakan apa yang terjadi, namun adik ku tetap heran, ketika ku bicarakan tentang kakek penjual Songkok bambu yang menginap di mushola.

"Si Abah yang orang Kaler itu bukan? Bukannya si Abah itu mah udah meninggal seminggu yang lalu!" Tanya Yanyan dengan penasaran.

Kembali ku ingat, ternyata benar kakek itu sudah meninggal, bahkan akupun sempat mengantar Abah yang jadi pendoa di pemakamannya.

Semakin mencekam suasana malam itu, kami berempat langsung tidur di satu kamar dan menutup rapat pintu kamar, karena ketakutan.

Keesokan paginya aku mengantarkan Ummi ke pasar, aku bertemu tukang ojek Citalem Legendaris yaitu Mang Barna, ku ceritakan padanya kejadian semalam, dan benar ternyata si Abah yang suka nginep di mushola itu sudah meninggal seminggu yang lalu.

Terima kasih sudah berkenan membaca Thread yang ku tulis, mohon maaf bila ada kesamaan nama, cerita, tempat dan karakter dalam Thread ini, cerita ini hanyalah fiktif, jangan terlalu dipercaya, tapi kalo mau di telusuri silahkan saja aku gak ikutan.

Mohon maaf kalo ceritanya tidak menyeramkan karena aku bukan Penyiar radio Ardan, mohon maaf kalo ceritanya gak lucu, karena aku bukan stand up komedian.

Terima kasih,

Adoelt Beby Creepy Universe 0720-03

Asalamualaikum Warahmatullohi Wabarokatuh.