Selasa, 04 Agustus 2020

Misteri Tanjalan Ibot, di Desa CITALEM, CIPONGKOR, KBB.

MISTERI TANJAKAN IBOT


-A THREAD

#Adoelt_Beby_Creepy_Universe


"Bawalah api kalo berjalan di malam hari, atau setidaknya kamu membawa baranya saja, Insyaallah mahluk halus tak akan mengganggu perjalanmu!" Sahut Muthalib, sahabatku yang juga seorang kiai terkemuka di Desa Citalem.

Bandung Barat 1989, 10 tahun sebelum kejadian di Thread yang sebelumnya ku tulis.

Namaku Aep, aku tinggal disebuah dusun sebelah barat alun-alun Desa, kala itu belum ramai seperti sekarang, tak banyak warga yang membangun rumah dipinggiran.

Jangankan pencahayaan yang sangat terang dipinggir jalan raya, dalam rumah saja paling bagus hanya memakai lampu bohlam 10 wat berwarna kuning.

Kendaraan bermotor juga kala itu hanya dimiliki para ASN, paling-paling para kontraktor bangunan atau pengusaha daerah yang mampu saja.

Tepatnya malam Jum'at Kliwon tanggal 13 Safar dalam hitungan Hijriah.

Muthalib mengundangku hadir di acara syukuran keluarga, acaranya berlangsung seusai Maghrib.

Aku berangkat sekitar jam 05:30 sore, naik ojek si Barna, pemuda dari kampung sebelah yang baru dibelikan motor oleh ayahnya, karena Barna belum terlalu fasih mengemudikannya.

Acara syukuran berlangsung, hujanpun turun, meskipun tak deras namun menggericik, dari sekian banyak tamu yang hadir disana, aku yang paling jauh untuk pulang, karena sebagian besar adalah warga sekitaran rumah Muthalib.

Tepatnya setelah lewat adzan isya acara baru selesai, namun hujan tak kunjung reda, seperti biasa setelah acara selesai, para tamu ngobrol sambil menikmati hidangan.

"Hujan nya awet nya kang?" sahut salah seorang warga sambil menikmati secangkir kopi hitam.

"Alhamdulillah, turun hujan itu pertanda doa kita sedang di kabulkan," sahut Muthalib.

"Iyah Alhamdulillah kiyai," jawab si bapak itu.

Singkat cerita aku dan Muthalib ngobrol ketika masih tinggal di pondok, saking asiknya bernostalgia sampai aku lupa waktu pulang.

Hujan mulai reda, sebagian tamu sudah mulai berpamitan, aku mulai membereskan barang-barangku dan mengambil senter untuk menerangi jalan.

Muthalib memberikan ku sedikit hidangan, katanya berkat syukuran buat istri.

"Maaf yah gak ngasih apa-apa, ini sedikit buah tangan untuk istrimu," sambil memberikan rantang susun dan sebungkus rokok.

"Nih buat temen di jalan biar kau tak kesepian, dan tak diganggu setan" seru si ustad sambil bercanda.

"Aduh jadi ngerepotin tad" saut ku sambil ku terima rokok dan hidangan itu, aku bergegas pamit.

Hujan pun masih gerimis sebetulnya, tapi kasihan istri ku takutnya menunggu terlalu malam.

Sesampainya di jalan raya, hujan mulai reda, namun jalanan masih basah, dari kampung itu rumahku jaraknya sangat jauh, karena tepatnya dari batas Desa ke pinggiran Desa.

Sepanjang jalan yang gelap, karena cahaya bulan yang tertutup awan mendung, angin berhembus menabrak daun pohon bambu yang rindang, suara anjing melolong seakan bergerombol.

Hembusan angin membuat rokok di jariku cepat habis, tepat di area persawahan, di pinggir jalan terdapat sebuah sumur yang airnya tidak pernah surut meski musim kemarau sekalipun, "SUMUR PUTRI" warga sekitar menamainya.

Konon katanya kalo ada yang apes suka melihat penampakan perempuan memakai gaun pengantin di sumur itu.

Semakin dekat aku ke sumur tersebut, aku seperti mendengar suara rintih nyanyian seriosa Bahasa Sunda, pikir ku, mungkin rumah di ujung sawah sedang memutar radio.

Mendekati sumur itu aku pun terheran, kenapa nyanyian itu semakin jelas terdengar, seakan suara tersebut semakin dekat.

Sekitar 10 meter dari sumur itu, aku mencium wangi bunga sedap malam, seakan bunga itu masih segar aromanya.

Dengan rasa penasaran, aku menoleh ke arah sumur yang terletak di samping kiri jalan raya, dan yang ku lihat dari bak tempat warga mengambil air.

"Aghhgt,"

Kulihat, ada sosok nenek tua dengan rambut terurai berwarna putih panjang, memakai pakaian pengantin kuno, yang sedang memainkan gayung, seperti sedang mandi kembang.

Sontak aku kaget dan terjatuh ke belakang

Nenek tua itu pun berdiri, sambil menatap ke arahku, Nenek itu menjulurkan lidahnya yang panjang dan seakan menertawakan ku.

"Hihihihihihiiiiiiii," Nenek itu tertawa dengan suara yang membuat ku merinding.

Akupun menutup mata sambil membaca ayat-ayat suci yang ku ingat.

Setelah ku buka mataku, ku gisik perlahan, nenek tua itu pun hilang, dalam hatiku mungkin itu halusinasi karena aku kecapean, setelah berjalan kaki sangat jauh.

Aku terbangun dan melanjutkan perjalanan, waktu sudah hampir tengah malam, kembali ku bakar rokok untuk menemani perjalanan yang masih jauh.

Mungkin benar mitos yang dikatakan Muthallib, kalo kita berjalan di malam hari harus membawa bara api, agar tak diganggu mahluk halus.

Akupun berjalan melewati sebuah tanjakan, yang mana tanjakan itu sering disebut "Tanjakan Ibot,"

Konon katanya di sana banyak cerita mitos, jika berjalan di malam hari mereka gak bisa jalan, namun aku tak terlalu mempercayai cerita seperti itu.

Dari bawah kulihat tanjakan itu sangat gelap, rindangnya kebun bambu yang diterpa hembusan angin menambah suasana semakin mencekam, terutama di samping kanan jalan adalah area pemakaman warga.

Aku berjalan sambil menunduk memilih jalan yang licin, karena jalan disana hanya bebatuan tanpa aspal.

Yiba-tiba di tengah tanjakan aku mendengar seperti ada yang memanggil ku.

"Aeeeeeeeeeeep" suara nya melengking seperti wanita tua yang kulihat tadi di sumur.

Aku tak terlalu menghiraukan panggilan itu, pandangan ku hanya fokus memilah jalan, dengan harapan aku bisa lebih cepat sampai di tujuan.

"Aeeeeeeeeep," kembali terdengar suara itu seakan mengikuti ku.

Akupun membalikan badan, ku senter sekeliling dan ke arah bawah, tapi tak ada seorangpun yang datang.

"Aeeeeeeeeep," 

"Saha eta?" (Siapa itu?) Ku jawab dengan lantang panggilan itu.

"Aeeeep, antosan," (Aeeeep Tungguin).

"Iyeu Abdi Abot," (Ini aku keberatan).

Ku tunggu sejenak, tak ada yang datang juga, aku kembali teringat mitos yang beredar di tanjakan itu, kalau kita mendengarkan panggilan yang memanggil, katanya tidak bisa melanjutkan perjalanan.

"Astagfirullah," aku tersadar.

Aku melanjutkan perjalanan, dalam hatiku berpikir "Jika aku terus mengikuti panggilan itu, mungkin aku tidak akan sampai ke rumah karena terus menunggu seseorang,"

"Aeeeeeeeeep," suara itu kembali memanggil, namun aku menghiraukannya, hingga sampailah aku di ujung tanjakan itu.

Ku lewati tanjakan itu dan sampailah aku di dekat sebuah Pasar, ada rumah yang sangat mewah di sana yaitu Rumah Bidan Ariyah.

Suara itu pun hilang tanpa kabar seperti mantan yang meninggalkan ku tanpa pesan, aku berjalan dengan tenang hingga sampai di rumah dengan selamat.

Misteri "TANJAKAN IBOT" dulu sangat viral dan mencekam di masanya, cerita ini ku dengar dari pengalaman Almarhum Uwa ku ketika melewati tanjakan itu, mitosnya memang banyak orang yang mengalami kejadian mistis di sana, bahkan sampai sekitar tahun 1996 mitos itu masih beredar di masyarakat sekitar, namun seiring berjalan nya jaman kini Sumur Putri yang terletak di bawah itu sudah tidak ada dan di sana sekarang sudah jadi pemukiman warga.

Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ku, mohon maaf bila ada kesamaan dalam penulisan nama, tempat, kejadian dan karakter.

Mohon maaf kalo ceritanya tidak menyeramkan, karena aku bukan Penyiar radio Ardan Nightmare, mohon maaf kalo ceritanya tidak lucu, karena aku bukan stand up komedian.

Terima kasih,

Adoelt Beby Creepy Universe 0720-01

Asalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh.


1 komentar: